Text
Batu Dara Muning
Batu Darah Muning merupakan salah satu cerita rakyat yang berasal dari Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Tersebutlah Darah Muning, seorang wanita cantik yang hidup sebatang kara di Kampung Nanga Serani. Setiap hari pekerjaan Dara Muning adalah menenun kain. Namun di suatu hari terjadilah peristiwa luar biasa yang menimpa Darah Muning. Ia mengandung, lalu melahirkan seorang anak tanpa diketahui siapa suaminya. Anaknya diberi nama Bujang Munang. Dara Muning merawat dan memelihara anaknya dengan tekun seperti layaknya seorang ibu. Bujang Munang tumbuh besar menjadi anak yang cerdas, gesit, cerdik dan cekatan. Di saat-saat tertentu Bujang Munang sering bertanya kepada ibunya siapa bapaknya. Suatu hari saat Darah Muning sedang menenun, tiba-tiba teropong yang digunakannya untuk menenun jatuh. Darah Muning meminta anaknya untuk membantunya mengambil teropong tersebut. Bujang Munang bukannya mengembalikan teropong milik ibunya itu, melainkan menggunakan teropong itu untuk bermain. Darah Muning yang marah melihat kelakuan anaknya lantas memukul kepala anaknya dengan kayu. Luka di kepala anaknya meninggalkan bekas yang tidak bisa hilang. Setelah dewasa Bujang Munang pergi merantau meninggalkan kampungnya. Ia berlayar menyusuri Sungai Melawi lalu memasuki Sungai Kapuas, hingga menuju ke laut lepas. Bertahun-tahun Bujang Munang merantau dan menyinggahi berbagai kota. Dalam perantauannya tersebut Bujang Munang akhirnya kembali ke kampung halamannya, yaitu Kampung Nanga Serani. Ibunya yang masih tinggal di kampung tersebut tidak lagi mengenal anaknya. Bujang Munang berkenalan dengan Darah Muning, ibunya yang terlihat tetap berusia muda dan cantik. Perkenalan itu berujung pada pernikahan di antara keduanya. Suatu hari Bujang Munang meminta Darah Muning untuk mencari kutu di rambutnya. Saat sedang mencari kutu yang ada di antara rambut Bujang Munang, Darah Muning menemukan tanda bekas luka yang sangat mirip dengan bekas luka yang dulu ada di kepala anaknya. Akhirnya Darah Muning mengetahui bahwa Bujang Munang yang sekarang menjadi suaminya sesungguhnya adalah anak kandungnya. Warga di kampung tersebut menasehati mereka agar segera mengakhiri perkawinan tersebut. Namun Bujang Munang bergeming, ia tetap pada keputusannya menikahi Darah Muning. Bujang Munang kemudian berencana membuat tebusan yang ditujukan kepada dewa. Tebusan tersebut adalah Poja, yaitu sebuah panggung tempat meletakkan persembahan korban dan sesajian berupa daging binatang dan bermacam-macam makanan. Ketika sedang membelah kayu untuk membuat poja, kapak yang dipakai oleh Bujang Munang mengenai alat kelaminnya. Darah Muning yang menyaksikan peristiwa tersebut membantu bermaksud membantu Bujang Munang dengan memegang alat kelaminnya. Di saat yang bersamaan petir menggelegar disertai dengan hujan deras dan angin kencang. Pada akhirnya Darah Muning, Bujang Munang dan poja yang tengah dipersiapkan tersebut berubah menjadi batu.
069722010 | 813 NOV b c.1 | My Library (800) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain