Text
Sepatu dahlan
Seorang anak yang besar dari keluarga yang sangat sederhana di Kebon Dalem sebuah Desa di Jawa Timur bernama Dahlan. Dengan didikan dari seorang Bapak yang selalu menerapkan kedisiplinan dan ketegasan namun penuh kasih sayang. Ibunya yang lembut dan mampu menjadi peneduh seluruh anggota keluarga dan kedua kakak perempuannya yang mandiri serta adiknya yang penurut menjadikan karakter Dahlan dewasa dan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi yang terjadi dalam masa kanak-kanak dan masa remajanya.
Semangatnya untuk melanjutkan sekolah ke SMP yang di impikannya yaitu SMP Magetan tak tersampaikan karena biaya yang tak mampu dan bapaknya tetap menganjurkan Dahlan untuk melanjutkan sekolah di Tsanawiyah Takeran, sebuah pesantren yang didirikan oleh leluhur bapaknya Dahlan.
Setiap hari pergi dan pulang sekolah yang jauh dilakoninya dengan berjalan kaki tanpa alas kaki. Kesusahan yang dialaminya tak menyurutkan semangatnya untuk menuntut ilmu bahkan impiannya yang sederhana untuk memiliki sepasang sepatu dan sebuah sepeda mampu melecut semangat juangnya, sepulang sekolah menjadi buruh nyeset di kebun tebu, nandur atau menyabit rumput untuk makanan kambing yang dipeliharanya.
Sepeninggal ibunya Dahlan bersama bapak dan seorang adiknya hidup tanpa belaian kasih seorang ibu dan anggota keluarga perempuan karena kedua kakak perempuan Dahlan bekerja dan kuliah di Madiun, pulang hanya sesekali saja ke rumah.
Tak ada lagi yang membantu bapaknya untuk menopang perekonomian keluarganya karena Ibu Dahlan yang tadinya selalu membatik untuk menambah uang belanja keluarga kini tiada, kehidupan Dahlan dan keluarganya semakin diliputi kemiskinan, tak bisa setiap kali lapar bisa makan, kadang ia bersama zain harus mengikat perutnya dengan sarung untuk menahan lapar.
Keadaan yang serba kekurangan dan kemiskinan yang menyelimuti namun bapaknya Dahlan tetap berjuang menjadi kuli bangunan dan kerja serabutan juga tetap mendidik anak-anaknya untuk tidak mengharap belas kasih orang, kehidupan harus dijalani dengan perjuangan.
Hari-hari Dahlan yang serba kekurangan tak pernah dijadikan kambing hitam atas kemiskinan yang dialaminya, di sekolah dan lingkungan rumahnya tetap ceria bersama sahabat-sahabatnya Arif, Imran, Kadir, Komariyah dan Fadli. Mereka bersahabat dan selalu mengukir prestasi dalam pelajaran dan pertandingan Bola Voli.
Sampai pada suatu ketika, Dahlan yang tergabung dalam tim Bola Voli di sekolahnya menjadi peserta unggulan, dia bersama teman satu tim mewakili sekolahnya dalam kejuaraan Bola Voli serta berhasil menjadi juara. Pada awalnya Dahlan dan teman-temannya sempat putus asa karena dalam pertandingan tersebut diwajibkan memakai sepatu, sedangkan Dahlan tak memiliki sepatu, ia dan teman-temannya tak menyerah begitu saja. Pertandingan tetap dijalaninya. Untung saja, sahabatnya yang baik hati, berpatungan untuk membeli sepatu bekas. Sebuah sepatu pertama bagi Dahlan. Sahabat-sahabat sejati, selalu menemani sedih dan tangis bersama. Kehangatan kasih sayang dalam menghadapi sebuah belenggu kemiskinan adalah hiburan jiwa yang tak tergantikan.
Jika kita berusaha, niscaya tuhan akan mengabulkan do'a kita. Walaupun sepatu sederhana, ia berhasil membelinya dengan keringat dan jerih payah. Ia mendapatkan pekerjaan untuk menjadi pelatih bola voli di sekolah dasar, sekolah bagi anak orang kaya. Dan hasilnya, ia belikan untuk membeli 2 pasang sepatu untuk ia dan adiknya. Mimpinya yang kedua adalah membeli sepeda, ia sukses menggapainya dengan uang sisa kerjanya jadi pelatih tadi. Sebuah pelajaran berharga bagi semua orang. Tentang mimpi, kesabaran, ketekunan, dan ketabahan dalam menghadapi berbagai rintangan hidup ini.
102182016 | 813 KHR s c.2 | My Library (800) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain