Text
Menggagas pendidikan bermakna
Buku mensinergikan antara:
Kecakapan Hidup [life skill];
Kurikulum Berbasis Kompetensi [curriculum base competition]
Manajemen Berbasis Sekolah [scholl base managemanet]
Pembelajaran kontektual [contextual teaching and learning-CTL]
Kemungkinan besar lahirnya buku ini karena refleksi diri seorang Muchlas Samani, dengan ketajaman inderanya yang menangkap realita empirik terkait dengan pendidikan. Dasar kepiawaian yang dimilikinya, sekaligus modal interaksi dengan lingkungannya mengantarkan berbagai niatannya dalam menginduksi berbagai masalah pendidikan di tanah airnya. Keberanian untuk mengungkap secara cermat, tanpa sedikitpun mereduksi apa yang dilihatnya patut diacungi jempol, kendatipun saat itu status and role yang disandangnya sebagai bagian dari elite pendidikan di negeri ini. Tanpa ragu-ragu inilah, yang mengantarkan warung kami menghadirkan pokok-pokok pikiran Profesor Muchlas Samani, dengan sebuah bukunya yang bertajuk „Pendidikan bermakna“
Buku ini sangat ajaib, karena yang memberikan pengantar buku, tidak tangung-tanggung, mantan rektor, satu lagi rektor yang belum mantan, dan seorang Dirjen yang juga belum veteran.
Kata Pengantar dari tokoh-tokoh tersebut sangat berarti dalam memberikan navigasi pemahaman buku ini. Warung kami mencoba memberikan garis bawah, dari pengantar para rektor tadi, yang tentunya memiliki kergayutan sari pati buku ini.
Cuplikan kata pengantar :
Prof.Dr. Budi Darma [mantan Rektor IKIP Surabaya] : Memberi tajuk pengantar „Menggagas Pendidikan Yang baik“
Budi Darma mengatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya tidak mungkin lepas dari sejarah umat manusia, sejarah sebuah bangsa dan negara, serta dengan sejarah pendidikan itu sendiri.
Pendidikan digarap tanpa mempertimbangkan sejarah, serta indentitas budaya kita sendiri, dan segalanya dikerjakan dengan paradigma serba instan. Maka akan mengarahkan cara pemikiran kita miopis [catatan warung: miopis, acap kali diartikan di awang-awang atau tidak membumi]. Oleh karena kita kurang menengok ke belakang, dan kita juga kurang mampu menjangkau masa depan.
Tulisan H.A.R Tilaar dikutipnya untuk memperkuat gagasan, antara lain: „dengan berorientasi pada studi kultural yang ujung-ujungnya nanti akan sampai ke multikulturalisme pula, maka perlu adanya paedagogik transformatif, yaitu paedagogik dengan akar paedagogik kritis dalam wujud ramuan kebudayaan. Paedagogi ini, dengan sendirinya, bergerak pada tataran praksis, yaitu praktik pendidikan di lapangan. Oleh karena pendidikan tidak mungkin di awang-awang, maka dunia praksis menjadi amat penting.
084102012 | 370 SAM m c.1 | My Library (300) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain